BAB
I
PENDAHULUAN
FILSAFAT dan filosof berasal dari kata Yunani
“philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah
seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah
cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup.
Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena,
filsafat yang merupakan pandangan hidup iku menentukan arah dan tujuan proses
pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan
pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada
hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari
keadaan sebelumnya.
Ajaran filsafat adalah
hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental. Ajaran filsafat yang
berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika
dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah
kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena
cara dan dasar yang dijadikan criteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut
berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.
Seorang ahli bernama Brubacher
membedakan aliran-aliran filsafat pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis;
rekonstruksionisme; romantis naturalis; eksistensialisme; idealisme; realisme;
rasional humanisme; scholastic realisme; fasisme; komunisme; dan demokrasi.
Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini
dilakukan untuk menghindari adanya overlapping dari
masing-masing aliran.
Filsafat religious theistik meliputi
segala macam aliran agama yang paling tidak terdiri dari empat besar agama di
dunia ini, dengan segala variasi sekte-sekte agama masing-masing. Sedangkan
filsafat pendidikan social politik terdiri dari humanisme, nasionalisme,
sekulerisme, dan sosialisme.
Makalah ini hanya membahas masalah
aliran idealisme, untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Makalah terdiri dari.Pengertian
Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme, Latar
Belakang Aliran Idealisme, Pandangan Beberapa Filsuf Mengenai Idealisme,
Prinsif-Prinsif Idealisme, Kelompok Dalam Aliran
Idealisme, Tokoh-Tokoh Aliran Idealisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
ALIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
“IDEALISME”
A.Pengertian
Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme adalahaliran filsafat yg menekankan “idea” (dunia roh), sebagai objek pengertian dan sumber pengetahuan.
Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg dilakukan oleh manusia tidaklah
selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi harus
berdasarkan prinsip kerohanian (idea). Oleh sebab itu,
Idealiseme sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber
pengetahuan.[1]
Idealisme berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas
gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit. Segala benda yang nampak berhubungan
dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah aktivitas kejiwaan. Dunia ini
dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi dipandang sebagai sistem, dunia
adalah keseluruhan (totalitas). Unsur material tetap ada, tetapi hanya merupakan
bagian yang saling bersangkut paut dengan keseluruhan, dan segala penampakan
secara materi hanya manifestasi dari pada aktifitas jiwa. Jiwa mempunyai kedudukan
yang utama dalam susunan keseluruhan. Dan Segala fakta empiris diakui adanya
dan hal itu mengandung konsepsi yang serba mungkin. Tetapi segala unsure materi
dan fakta itu bukanlah sebagai realita yang sebenarnya[2].
Seperti kita ketahui bersama aliran
idealisme dalam metafisika berpendirian bahwa
wujud
yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian.Dalam persoalan etika aliran idealisme ini berpendapat
bahwa perbuatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab- musabab lahir tetapi
setiap perbuatan manusia haruslah didasarkan pada prinsip kerohanian yang lebih
tinggi[3].
B. Latar Belakang Aliran Idealisme
Aliaran
ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarahpemikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni
dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan
yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam idea.
Aristoteles
memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam idea sebagai
suatu tenaga yang barada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda
itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak
pernah hilang sama sekali. Dimasa abad pertengahan malahan satu-satunya
pendapat yang disepakati oleh semua ahli fikir adalah dasar idealisme ini. Pada
zaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti
Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan,
maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting dari pada
kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan pada penganutidealisme
yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil
filsafat yang mendalam.
Puncak zaman idalisme pada masa abad ke-18 dan
19 ketika priode idealisme.Secara historis, idealisme diformulasikan dengan
jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Athena, selama Plato
hidup, adalah kota yang barada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan
bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan
–peperangan tesebut, pedagangan dan perniagaan
tumbuh subur dan orang-orang asingtinggal di berbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih
keuntungan pendapatan kekayaan yang
melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru kedalam
lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan
warga Athena untuk mengkritis pengetahuan dan nilai-nilai tradisional. Saat itu
pula muncul kelompok baru dari kalangan
pengajar (para Shopis)[4].
Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan
warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya
terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari
budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan
nilai.Idealisme dengan penekanannya pada
kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain
itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran modren[5].
Pada
awal abad ke-20 aliran filosof yang dominan di Inggris adalah idealisme.
Kadang-kadang juga disebut neohegelianisme
Inggris, karena filsafat Hegel jelas sekali merupakan sumber inspirasi yang
utama bagi para penganut idealisme Inggris. Tetapi itu tidak bearti bahwa
filsuf-filsuf besangkutan hanya dipengaruhi oleh Hegel saja, sebab filsafat
Kant misalnya sering kali digunakan juga dan dari filsuf-filsuf Yunani mereka
menaruh perhatian khusus akan Plato. Sebelumnya idealisme merupakan suatu
aliran yang pada pandangan pertama tidak begitu cocok dengan tradisidan
kecondongan pemikiran Inggris. Dalam
sejarah filsafat Inggris sudah sejak Abad Pertengahan dapat dilihat suatu
kecenderungan akan hal-hal empiris dan semacam rasa segan tehadap metafisika.
Karena itu sangat mengherankan jika idealisme dapat mengalami sukses begitu
besar di Inggris, karena aliran ini adalah corak pemikiran yang jelas bersifat
spekulatif dan metafisis. Namun demikian, ada Sejara-sejarawan yang
berpendapatbahwa dalam sejarah pemikiran Inggris terdapat beberapa unsur yang
seakan-akan mempersiapkan idealisme itu (terutama Mazhab Platonistis di
Cambrigde dalam abad ke-17 dan filsafat Berkeley dalam abad ke-18). Anehnya,
idealisme menguasai filsafat di Inggris pada waktu Hegel sendiri sudah tidak
berpengaruh lagi di negri asalnya.
Idealisme
Inggris ini dapat dimengerti sebagai reaksi atas materialisme dan positivisme
yang merajalela di Eropa pada waktu itu dan khususnya atas filsafat John Stuart
Mill yang menguasai generasi filsuf-filsuf Inggris sebelum timbulnya idealisme.
Seperti sudah tampak dalam bagian
trakhir kutipan William James tadi, pada permulaan pasti ada harapan juga bahwa
filsafat yang mencari inspirasinya pada Hegel dapat menyajikan suatu dasar
filosofis yang teguh bagi agama Kristen. Tentu demikian halnya dalam buku yang
dianggap sebagai yang merintis jalan bagi gerakan neohegelian di Inggris.
Tetapi kita melihat bahwa dalam perkembangan lebih lanjut Idealisme Inggris
akhirnya tidak berkaitan lagi dengan agama[6].
C. Pandangan Beberapa Filsuf Mengenai Idealisme
1.
Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa
realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Parmenides, filosof dari Elea
(Yunani Purba), berkata, ”apa yang tidak dapat dipikikan adalah nyata”. Plato,
seorang filosof idealisme klasik (Yunani Purba), menyatakan bahwa realitas
trakhir adalah dunia cita. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa
yang “mind”. Mind merupakan suatu
wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak
semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama yang
menggerakkan semua aktivitas manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak
memiliki apa-apa.
2. Pengetahuan
Tentang
teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang
diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan
tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya,
pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat
membedakan bentuk spritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan materi.
Hagel
menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan
dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia tentang
realitas adalah benar dalam arti sismatis. Dalam teori pengetahuan dan
kebenaran, idealisme merujuk pada rasionalisme dan teori koherensi seperti yang
telah disinggung pada bab sebelumnya.
Dalam
hal ini Henderson (1959:215) mengemukakan bahwa :
Rasionalism
mendasari teori pengetahuan idealisme, mengemukakan bahwa indra kita hanya memberikan
materi mentah bagi pengetahuan.
Pengetahuan
tidak ditemukan dari pengalaman indera, melainkan dari konsepsi, dalam
prinsip-prinsip sebagai hasil aktvitas jiwa.
3.Nilai
Menurut
pandangan idealisme, nilai ini absolut.Apa yang dikatakan baik,benar, salah,
cantik, atau tidak cantik, secara fundemental tidak berubah dari generasi ke
generasi.Pada hakikatnya nilai itu tetap.Nilai tidak diciptakan manusia
melainkan merupakan bagian dari alam semesta. Menurut Kant, Henderson
mengemukakan, “Every human bing looU upon
himself as an end, that is, of value in and of Kim self.He in not, in Kioe own eyes,
valuable only as a means to sometKing; else. He has value, infinite value, as human
being”. Imperative kategoris dan imperative praktis merupakan perlakuan dan
pembuatan kemanusiaan, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain.
Pandanglah
manusia sebagai tujuan, bukan sebagai alat semata.Setiap manusia memandang
dirinya sebagai tujuan, sebagai nilai yang datang dan berada dalam dirinya
sendiri.Ia, menurut pandangannya sendiri, tidak dapat dianggap sebagai alat
untuk mencapai tujuan orang lain.Manusiamemiliki nilai dan harkat kemanusiaan
yang tidak terbatas sebagai mahkluk manusia.
4. Pendidikan
Selanjutnya,menurut
Horne, pendidikan merupakan proses abadi dari proses penyesuaian dari
perkembangan mental maupun fisik, bebas, dan sadar terhadap Tuhan,
dimanipestasikan dalam lingkungan Intelektual, emosional dan berkemauan.
Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang
ideal.Mengenai teori pengetahuan, intelek atau akal memegang peran yang sangat
penting dan menetukan dalam proses belajar mengajar. Mereka yakin bahwa akal
manusia dapat memproleh pengetahuan dan kebenaran sejati. Jadi, pengetahuan
yang diajarkan disekolah harus besifat intelektual. Filsafat, logika bahasa,
dan matematika akan memperoleh porsi yang besar dalam kurikulum sekolah. Inilah
konsep pendidikan yang bedasarkan pandangan idalisme.
Power
(1982-89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut:
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan
formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan
sosial.
2). Kedudukan Siswa
Bebas
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peran Guru
Bekerja
sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama betanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa.
4). Kurikulum
Pendidikan
liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
5). Metode
Diutamakan
metode dialetik, tetapi metode lain yang efektif dapat di manfaatkan[7].
D. Prinsif-Prinsif Idealisme
1.
Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana
gagasan-gagasan atau ide (sprit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta
bagian-bagiannya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya
saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan
besifat spritual.
2.
Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki,
melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
3.
Idealisme berpendapat bahwa manusia mengaggap roh atau sukma lebih beharga dan
lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya
dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut
sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah
ekspresi dari jiwa.
4.
Idealisme borientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan),
kepada jiwa, spritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma
yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idalisme bercorak
spritual, maka kebanyakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide
tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.
E. Kelompok Dalam Aliran Idealisme
Bermacam-macam
bentuk terdapat dalam aliran idealisme, namun kesemuanya tercakup dalam
pengertian sebagai berikut, Idealisme ialah suatu fikiran metafisika yang
mengatakan bahwa fikiran/roh (idealis) mempunyai wujud (bentuk) sendiri yang
terlepas dari alam semesta, dan bahwa fikiran (atau semacam fikiran), menjadi
semua sumber yang ada.
Dengan demikian, maka aliran idealisme merupakan
kebalikan dari aliran materialisme, dan realisme[8].
Ada
tiga kelompok dalam aliran ini. Pertama adalah apa yang disebut Berkeleian Idealisme yang dibangsakan
kepada Berkeley yang berpendapat bahwa analisis yang benar menunjukkan obyek
material hanya semata-mata terdiri dari gagasan-gagasan (ideas), baik dalam
ilmu Tuhan atau pada wakil-wakilnya sadar.
Kedua
disebut Transcendental Idealisme
(Idealisme transedental). Istilah ini berasal dari Immanuel Kant yang dalam
teorinya tentang dunia eksternal. Kelompok ini terkadang juga disebut Critical Idealisme. Ini merujuk kepada
pendapatnya bahwa obyek-obyek pengalaman manusia, dalam pengertian benda-benda
yang wujud dalam ruangan dan bertahan dalam waktu tetentu, tidak lain dari pada
penampakan (appearances), dan tidak
punya eksistensi yang tepisah diluar pemikiran manusia. Istilah transcendental menunjukkan penalaran
Kant untuk pandangan ini, yakni bahwa hanya dengan menerimanya, kita baru dapat
mendapatkan pengetahuan apriori tentang obyek-obyek.
Ketiga
adalah Idealisme Obyektif, juga terkadang disebut Idealisme Absolut. Ini adalah
sejenis Idealisme yang pertama sekali di kembangkan oleh Hegel. Jika Idealisme
Berkeleian dan Idealisme obyektif bersifat monistik (satu) dengan
mempertahankan bahwa seluruh yang ada
merupakan bentuk dari akal yang satu, yaitu”Akal yang Absolut” (AbsolutMind).
Disamping Hegel, beberapa penganut Idealisme Inggris, seperti Green, Bradley
dan Bosanquet adalah pengikut aliran ini[9].
F. Tokoh-Tokoh Aliran Idealisme
1. Plato (477-347) Sebelum Masehi.
Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak
diantara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra.
Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang berkaitan
dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang
dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan
jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Menurut Plato kebaikan
merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin
budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui
ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasi dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2. Immanuel Kant (1724-1804)
Ia
menyebut filsafatnya idealis transedental atau idealis kritis dimana paham ini
menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap
sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan watak adalah forum intuisi kita.
Menurut Khant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila
seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan itu
datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada
pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung
pada sebuah pengalaman.
.3. Pascal (1623-1662)
Kesimpulan
dari pemikiran filsafat Pascal antara
lain:
Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, pertama
menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua
perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hatilah yang akan
berperan. Oleh karna itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain.
Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh suatu
pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.Manusia besar karena pikirannya,
namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran
manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya
akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika
tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut
hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi,
yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu
lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan
agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau fikirannya sendiri,
yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.[10]
Filsafat
bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan
itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan mendapat kepuasan
karena manusia mempunyai logika yang kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri.
Dalan mencari Tuhan Pascal tidak akan menggunakan metafisika, karena selain
bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak akan mampu. Maka solusinya
ialah mengembalikan persoalan ke Tuhan pada jiwa. Filsafat bisa menjangkau
segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada
kekurangnnya, tidak terkecuali filsafat.
4.J. G. Fichte (1762-1914) Sebelum Masehi
Ia
adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada
tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut
“Wissenschaftslehre” (Ajaran Ilmu Pengetahuan).Secara sederhana pemikiran
Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan indranya. Dalam memgindra
objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah
proses intelektualnya unuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi
pengertian seperti yang dipikirkannya. Hal tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika
kita melihat sebuah meja dengan mata kita, maka secara tidak langsung akal
(rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk meja itu seperti yang kita lihat
(bebentuk bulat, persegi panjang, dll). Dengan adanya anggapan itulah akhirnya
manusia bisa mewujudkan dalam bentuk yang nyata.
5.F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Schelling
telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798
M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Univesitas Jena. Dia
adalah filsuf Idealis Jerman yang telah memutlakkan dasar-dasar pemikiran bagi
perkembangan Idealisme Hegel.
Inti
dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas
murni atau indefernsi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang
subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi
yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alamyang subyektif
dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumberroh (subyek)
dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi
yang mutlak itu bukanlahroh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan
pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi
mutlak.Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal
adalah sabagai identitas murni atau indeferensi, yaitu antara yang subjektif
dan objektif sama atau tidak dari perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh
atau ide) sebagai subjek, keduannya saling bakaitan. Dengan demikian yang
mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja , melainkan
antara keduannya.
6.G. W. F. Hegel (1770-1031 M)
Ia belajar
teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor.
Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah
yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang
tidak mutlak. Yang mutlakitu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan
demikian sadarlah ia akan dirinya, roh itu dalam intinya ide (befikir).[11]
KESIMPULAN
Aliran
filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya pengembangan bakat
dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang dimiliki. Untuk
mencapainya diperlukan pendidikan yang berorientasi pada pengggalian potensi
dengan memadukan kurikulum pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada
peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik. Dari aspek-aspek ini,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan harus berpijak pada nila- nilai yang mendatangkan
kestabilan, telah teruji waktu, tahan lama dan terseleksi. Nilai-nilai yang
diterima adalah yang telah terbukti mendatangakan kebaikan pada ummat manusia.
Pendidikan ini akan mengutamakan kemampuan akademis yang telah baku. Kebenaran
di dapat manusia malui intuisi, rasio, dan wahyu, bukan dari pengindraan, sebab
pengindraan hanyalah persepsi bukan realitas yang sesungguhnya. Realita yang
sesungguhnya tedapat dalam ide-ide atau gagasan.
Idalisme
adalah merupakan salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh.
Tokoh-tokoh dalam aliran idealisme diantaranya yaitu: Rene Descartes
(1596-1650), George Berkeley (1685-175), Immanuel Kant (1724-1804), F. W. S.
Schelling (1775-1854), dan Georg W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam
pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Haris
yang menggagas journal of specualative philosophy.
DAFTAR PUSTAKA
J.H, Rapar. Filsafat Politik Plato. Jakarta:
CV.Rajawali, 1988.
Tim Penagajar Unimed. Filsafat Pendidika. Medan: 2012.
Hasbullah, Bakry.Sistematika Filsafat. Jakarta: Widjaja,
1961.
Knight.R, George.(Terjemahan
Dr.Muhammad Arif,M.Ag).Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Gama Media, 2007.
http:atauataukuliahfilsafat.blogspot.comatau2009atau04atauidealisme- maerialisme.htm,diakses pada tanggal 24
November 2012
.J.H, Rapar. Filsafat Politik Plato. Jakarta:
CV.Rajawali, 1988.
Usiono. Aliran – Aliran Filsafat Pendidikan. Medan:
Perdana Publishing, 2011.
A, Hanafi. Ihtisar Sejarah Filsafat Barat. Jakarta:
Pustaka Al Husna, 1981.
Nur.A , Fadhil. Pengantar Filsafat Umum. Medan: IAIN
Press, 2011.
Tafsir, Ahmad.Filsafat Umum. Bandung: Rosda, 2000.
Ihsan. A, Faud. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipt,
2010.
[1] Rapar
J.H, Filsafat Politik Plato,(Jakarta:
CV.Rajawali, 1988), h. 57
[2] Tim
Penagajar Unimed, Filsafat Pendidikan,(Medan:
2012), h. 21
[3]Bakry
Hasbullah,Sistematika Filsafat,(Jakarta:Widjaja,
1961), h. 30
[4]
George.R.Knight(Terjemahan Dr.Muhammad Arif,M.Ag),Filsafat Pendidikan,(Yogyakarta: Gama Media, 2007), h. 68
[5]
http:atauataukuliahfilsafat.blogspot.comatau2009atau04atauidealisme-maerialisme.htm,diakses
pada tanggal 24 November 2012
[6]
Rapar.J.H, Filsafat Politik Plato,(Jakarta:
CV.Rajawali, 1988), h. 18-19
[7] Usiono, Aliran – Aliran Filsafat Pendidikan,(Medan:
Perdana Publishing, 2011), h. 104-108
[8]
Hanafi.A, Ihtisar Sejarah Filsafat Barat,(Jakarta:
Pustaka Al Husna, 1981), h. 56-57
[9]Fadhil.A
Nur, Pengantar Filsafat Umum,(Medan:
IAIN Press, 2011), h. 116-117
[10]Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum,(Bandung:
Rosda, 2000), h. 154
[11]A.Faud Ihsan.
Filsafat Ilmu,(Jakarta: Rineka Cipt,
2010), h. 161
1 komentar:
izin copy ya..
Posting Komentar